(Kisah Ahsin dan Sang
Kyai yang Selalu Berujar Rapeeeet Lempeng)
Pada Ramadlan 1405 H
atau Mei 1985 M, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Babakan Ciwaringin
Cirebon saya yang kala itu datang bersama KH.Abdul Aziz seorang Kyai dari
Cidulang Cikijing dan Bapak D. Badruddin ayah angkat saya, langsung sowan alias
kulo nuwun ke kediaman pengasuh yang tidak lain adalah Al Mukarrom. Kami
disambut dan disuguhi mamiri (makan minum ringan) oleh seorang Bapak bersarung
merah hati dengan kemeja lengan panjang kancing tangan plus berkopiah hitam.
Setelah selesai melayani kami, orang itu lalu duduk di hadapan kami. Saya bertanya-tanya dalam hati; mana kyainya, kok belum keluar juga? Maklum, saya yang datang dari daerah minoritas muslim mengenal figur Kyai sejak di bangku SD, seperti gambar-gambar pahlawan nasional, misalnya Diponegoro, Imam Bonjol, Tengku Umar dan lain lain. Sehingga batin saya sudah membayangkan akan keluar menjumpai kami seorang Kyai dengan lilitan sorban di kepala dan dagu yang berjenggot.